Review The Curse of La Llorona: Turunnya Kualitas Horor Conjuring
![]() |
Sumber: IMDb.com |
Tahu nggak, tahun ini ada beberapa film baru dari Conjuring Universe, dan salah satunya adalah The Curse of La Llorona. Film ini ngangkat kisah legenda horor dari Meksiko yang katanya serem banget.
Jujur aja, banyak penggemar sempat was-was karena beberapa film Conjuring belakangan agak mengecewakan. Rasanya kayak kurang greget, apalagi kalau bukan garapan James Wan. Pengecualian sih Annabelle: Creation yang disutradarai David F. Sandberg itu masih oke banget.
Nah, sekarang muncul The Curse of La Llorona sebagai tambahan terbaru di semesta Conjuring. Ceritanya punya modal legenda yang menarik, tapi pertanyaannya: apakah film ini bisa bener-bener menuhin ekspektasi dan potensi seram yang dijanjikan?
Film ini dibuka dengan flashback yang langsung nunjukin tragedi kelam di balik legenda La Llorona. Dari situ, cerita lompat ke tahun 1973, yang jadi latar utama sepanjang film.
Di sini kita kenalan sama keluarga Garcia. Tokoh utamanya Anna Garcia (diperankan Linda Cardellini), seorang single mom yang tangguh. Dari awal, kita udah bisa ngerasain ada benang merah antara Anna dan sosok La Llorona sama-sama seorang ibu, dan itu ternyata penting banget buat alur ceritanya.
Nggak butuh waktu lama, film langsung nyodorin misteri pertama. Anna, yang kerja sebagai petugas sosial khusus kekerasan anak, dapat tugas buat ngecek kondisi keluarga Patricia. Dari sinilah ketegangan dan kengerian pelan-pelan mulai kebuka.
Baca Juga: Review Film Sumala: Horor Intens, Brutal, dan Berdarah
Begitu sampai di rumah Patricia, Anna kaget banget karena nemu kedua anak Patricia Carlos dan Thomas terkunci di dalam lemari. Adegan ini langsung jadi tanda bahaya besar yang bakal ngehantui cerita di babak berikutnya.
Yang bikin penonton makin penasaran, Patricia bersikeras kalau dia ngurung anak-anaknya itu justru buat melindungi mereka. Anna, yang niatnya baik, akhirnya melapor ke polisi dan membawa Carlos serta Thomas ke tempat perlindungan anak.
Sayangnya, keputusan itu malah jadi awal petaka. Malam itu juga, Carlos dan Thomas tewas secara tragis, dan tanpa disadari, kutukan La Llorona pun berpindah ke keluarga Anna. Dari sini, ketegangan film makin terasa dan bikin bulu kuduk merinding.
Sebenernya, The Curse of La Llorona udah bikin misteri yang seru banget di awal. Sayang, semua itu kayak kebuang sia-sia gara-gara ada dialog yang terlalu banyak ngejelasin detailnya. Padahal, buat film horor, cara kayak gini tuh jadi jebakan umum yang harusnya bisa dihindari.
Dua penulisnya, Mikki Daughtry dan Tobias Iaconis, mestinya bisa lebih nekat nunjukin cerita lewat aksi atau kejadian yang bikin penonton penasaran. Bukannya langsung “ngasih kunci jawaban” lewat obrolan yang terasa terlalu gampang.
Karena elemen misterinya hilang, bagian tengah film jadinya cuma fokus nakut-nakutin penonton tanpa dukungan cerita yang kuat. Akibatnya, tegangnya dapet sih, tapi rasanya kurang greget dan nggak seimbang sama potensi awalnya.
Baca Juga: Review Bring Her Back, Horor Brutal yang Bikin Ngilu
Sebenernya The Curse of La Llorona bisa jadi momen emas buat Michael Chaves nunjukin kemampuannya sebagai sutradara, apalagi ini film debutnya. Tapi sayang banget, kesempatan itu kayak kebuang karena dia lebih milih cara “murahan” buat nakut-nakutin penonton.
Masuk babak kedua, filmnya penuh jumpscare yang gampang ketebak. Jadi bukannya bikin merinding, malah jadi kayak rutinitas yang bisa diantisipasi. Chaves juga kelihatannya lupa sama kekuatan cerita, lebih fokus nyobain trik biar penonton kaget.
Hasilnya? Film ini nggak benar-benar menakutkan. Paling cuma bikin kaget sesaat, tanpa meninggalkan rasa ngeri yang nempel setelahnya.
Satu hal lagi yang cukup mengganggu dari film ini adalah tampilan sosok La Llorona itu sendiri. Seharusnya, setiap kemunculannya bisa bikin bulu kuduk berdiri, tapi yang ada malah bikin kita bertanya-tanya soal kualitas efek visualnya.
Di beberapa adegan, wujud La Llorona terlihat kurang meyakinkan bahkan kadang terasa lucu alih-alih menyeramkan. Memang, ini bisa dimaklumi kalau melihat bisnis film horor yang sering pakai budget minim demi untung besar. Tapi tetap aja, rasanya sayang.
Kalau saja mereka lebih mengandalkan practical effect ketimbang campuran CGI yang setengah matang, mungkin penampilan La Llorona bakal terasa lebih hidup dan benar-benar menakutkan, bukan sekadar efek yang gampang ditebak.
Baca Juga: Review Film Siksa Kubur, Horor Indonesia Bikin Merinding
Bagian plot yang berantakan di babak kedua ternyata berdampak besar ke babak ketiga dan ending-nya. Latar belakang Anna sebagai single mom yang awalnya terlihat penting malah cuma jadi bumbu drama buat nambah kesedihan si tokoh utama.
Ceritanya juga sempat bikin bingung, terutama waktu Patricia tiba-tiba muncul lagi di rumah keluarga Garcia. Bukannya jadi kejutan atau twist, kemunculannya justru terasa kaku dan nggak ada efek “wow” sama sekali.
Penonton pun jadi bertanya-tanya: sebenernya kenapa keluarga Garcia bisa dihantui La Llorona? Cuma kebetulan atau Patricia punya peran besar di balik semua ini? Sayangnya, sampai film selesai, pertanyaan itu nggak pernah terjawab dan bikin cerita terasa gantung.
Karena babak kedua yang terasa monoton, penonton jadi males buat benar-benar mendalami apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi pas babak ketiga, kemunculan Patricia yang sempat bikin penasaran malah nggak dibahas lagi sampai akhir. Hasilnya, bagian penutup film terasa berantakan dan makin nunjukin kalau elemen ceritanya lemah padahal untuk film horor, bagian ini mestinya jadi kunci.
Tapi kalau ada yang patut diacungi jempol, itu jelas aktingnya Linda Cardellini. Sebagai pemeran utama, dia berhasil bikin penonton simpati dan bener-bener ngerasain berbagai emosi yang dia alami. Bisa dibilang, performa Linda jadi penyelamat di tengah cerita yang kacau.
Penonton bisa ngerasain banget kasih sayang tulus Anna ke kedua anaknya. Hal itu lumayan membantu bikin tensi emosional di film terasa nyata. Dua aktor cilik yang jadi anaknya juga mainnya oke, jadi nggak ada adegan yang terkesan kaku atau dipaksakan.
Baca Juga: Review Film Exhuma (2024): Horor Mistis Korea yang Lagi Viral
Sayangnya, pilihan aktor untuk peran Rafael Olvera agak kurang pas. Raymond Cruz yang memerankannya malah bikin tiap adegan yang dia muncul terasa agak “cheesy” dan nggak sekuat karakter lain. Jadi kesannya agak ganggu di tengah cerita.
Dengan akting keren dari Linda Cardellini dan kalau saja ceritanya digarap lebih solid, The Curse of La Llorona sebenarnya bisa jadi film horor yang memorable, bukan sekadar tontonan murahan. Sayangnya, sutradara Michael Chaves masih perlu perjalanan panjang buat benar-benar nunjukin kemampuannya.
Film ini juga jadi contoh lain turunnya kualitas horor di semesta Conjuring Universe. Kayaknya para pembuat film perlu lebih sabar dan fokus ke kualitas, bukan cuma ngejar kuantitas rilis. Soalnya, horor itu juga bagian dari seni, dan kalau dibuat asal, lama-lama genre ini bisa makin dianggap remeh.
FAQ - The Curse of La Llorona
Q: Film ini bercerita tentang apa?
A: Mengisahkan Anna Garcia, seorang single mom yang tanpa sengaja membawa kutukan roh La Llorona setelah menolong dua anak yang sedang terancam.
Q: Termasuk dalam semesta apa?
A: Film ini bagian dari Conjuring Universe, meski alurnya berdiri sendiri.
Q: Siapa pemeran utamanya?
A: Linda Cardellini memerankan Anna Garcia, didukung Raymond Cruz dan Patricia Velásquez.
Q: Bagaimana penerimaan kritikus dan penonton?
A: Banyak yang menilai horornya lemah, terlalu mengandalkan jumpscare, meski akting Linda Cardellini menuai pujian.
Q: Apa daya tarik utama film ini?
A: Kisah legenda La Llorona dari Meksiko, nuansa mistis budaya Latin, serta beberapa adegan menegangkan yang tetap seru bagi pecinta horor ringan.