Review Bring Her Back, Horor Brutal yang Bikin Ngilu
|
| Sumber: IMDb |
Film horor Bring Her Back (2025) bakal hadir di bioskop Indonesia mulai 6 Juni 2025. Ceritanya termasuk tipe horor slow-burn, jadi tegangnya dibangun pelan-pelan, dengan banyak adegan bikin ngilu dan kisah gelap tentang rindu pada orang yang sudah meninggal. Akting Sally Hawkins di sini gila sih, total banget, nggak heran kalau banyak yang bilang kualitasnya selevel penghargaan besar. Buat yang suka horor psikologis, wajib banget masuk list tontonan.
Film ini digarap oleh duo sutradara Danny dan Michael Philippou, dan sukses jadi salah satu judul horor paling heboh tahun ini. Buktinya, rating-nya tembus 90% di Rotten Tomatoes dari ratusan review kritikus.
Selain Hawkins, ada juga Billy Barratt dan Sora Wong yang ikut meramaikan. Ceritanya nggak cuma serem, tapi juga nyentuh karena ngebahas soal kehilangan dan trauma dengan cara yang emosional. Jadi, jangan kaget kalau film ini bukan sekadar bikin merinding, tapi juga bisa bikin baper setelah nonton.
1. Horor slow-burn penuh adegan "sakit"
|
| Sumber: IMDb |
Bring Her Back menawarkan pengalaman horor slow-burn dengan deretan adegan “sakit” yang bikin penonton nggak tahan buat nggak meringis. Bukan sekadar menakut-nakuti lewat darah dan gore, film ini juga punya pendekatan bercerita yang terasa lebih unik dibanding horor lain. Kalau di Talk to Me (2022) semua penjelasan disajikan gamblang, kali ini duo Philippou memilih untuk menahan informasi.
Alurnya justru bikin penonton ikut berpikir, merangkai sendiri teka-teki dari ritual okultisme yang dijalani karakter Laura (Sally Hawkins). Film ini nggak menuntun kita dengan jelas, dan itu justru jadi sumber horor yang lebih mengena. Perpaduan adegan gore yang sadis dengan ketegangan psikologis yang terus menanjak bikin pengalaman menontonnya terasa panjang, intens, dan meninggalkan rasa nggak nyaman bahkan setelah lampu bioskop kembali menyala.
2. Menghadirkan cerita kelam tentang kerinduan
|
| Sumber: IMDb |
Bring Her Back berkisah tentang Laura, seorang ibu angkat yang hancur karena kehilangan putrinya. Kisahnya berfokus pada rasa kehilangan dan rindu pada yang sudah pergi, disajikan tanpa harus terjebak dalam gaya horor berlebihan seperti Hereditary (2018) atau X (2022). Philippou bersaudara justru tetap menjaga sisi manusiawi Laura, sehingga ia tampil sebagai sosok menakutkan sekaligus tragis.
Film ini memperlihatkan bagaimana duka bisa mendorong seseorang berubah jadi monster, meski pada saat yang sama tetap memancing rasa iba. Latar suram Australia Selatan menambah kesan muram, mempertebal nuansa kesepian dan keputusasaan, membuat horornya terasa emosional, bukan hanya menakutkan.
3. Sally Hawkins benar-benar tampil total
|
| Sumber: IMDb |
Sally Hawkins, yang sebelumnya pernah masuk nominasi Oscar lewat The Shape of Water (2017), benar-benar total saat memerankan Laura. Ia bisa berubah dari sosok ibu penuh kasih jadi figur dengan kegilaan yang bikin merinding.
Bisa dibilang, Hawkins adalah pusat dari film ini. Permainannya yang intens membuat kisah Laura terasa dekat dan personal. Saat adegan-adegan berat seperti ritual okultisme, aktingnya begitu hidup sampai bikin penonton terdiam di kursi.
| Kategori | Rating | Deskripsi |
|---|---|---|
| Visual & Atmosfer | ⭐⭐⭐⭐½ (4.5/5) | Sinematografinya creepy banget. Set rumah dan detail kecilnya bikin suasana makin nggak nyaman, tapi justru itu yang bikin nempel di kepala. |
| Cerita & Alur | ⭐⭐⭐⭐ (4/5) | Ceritanya simple tapi dalem, tentang kehilangan dan obsesi. Alurnya slow-burn, bikin tegang, tapi ada momen yang agak lambat di awal. |
| Akting Pemain | ⭐⭐⭐⭐⭐ (5/5) | Sally Hawkins creepy abis sebagai Laura. Billy Barratt & Sora Wong bikin penonton bener-bener ikut merasakan perasaan karakternya. Jonah Wren Phillips bikin suasana makin seram tanpa banyak dialog. |
| Horor & Brutalitas | ⭐⭐⭐⭐ (4/5) | Bukan horor jumpscare, tapi disturbing & penuh adegan ritual yang bikin mual. Cocok buat yang tahan sama visual sadis. |
| Rewatch Value | ⭐⭐⭐½ (3.5/5) | Masih enak ditonton ulang kalau mau nangkep detail kecil dan simbol-simbol di balik ceritanya. Tapi karena lumayan berat, mungkin nggak semua orang pengen balik lagi cepat-cepat. |
4. Apakah Bring Her Back layak ditonton?
|
| Sumber: IMDb |
Jadi, perlu nonton Bring Her Back nggak? Jawabannya iya, kalau kamu pecinta horor yang suka cerita dalam, penuh tensi, dan gore yang bikin sakit perut nonton. Kalau kamu tipe yang pengen horor serba cepat dan penuh jumpscare, mungkin pacing pelan ala slow-burn ini agak kurang cocok.
Singkatnya, Bring Her Back adalah horor psikologis yang bikin tegang sekaligus mikir. Karena mengandung banyak adegan kekerasan grafis, film ini diberi rating 21+. Kalau kamu cukup umur dan penggemar horor serius, film ini wajib masuk daftar tontonan.
FAQ Review Bring Her Back (2025)
Q: Bring Her Back tuh film tentang apa sih?
A: Setelah bikin heboh lewat Talk to Me, duo sutradara ini sekarang datang bawa film horor baru. Ceritanya dua anak tiri, Andy sama Piper, tiba-tiba harus tinggal sama keluarga asuh. Eh ternyata, si ibu asuh ini punya agenda gelap buat "bawa balik" anaknya yang udah meninggal. Dari situ, suasana makin ngaco banget.
Q: Horornya model gimana? Banyak jumpscare nggak?
A: Nggak yang tipe "bruak!" terus kamu kaget. Lebih ke horor psikologis, atmosfer creepy, sama visual disturbing. Jadi yang bikin ngeri tuh bukan hantunya, tapi kelakuan manusia plus ritual-ritual aneh.
Q: Pemainnya siapa aja yang paling ngena?
- Sebagai Laura, Sally Hawkins tampil dingin dan creepy, sampai bikin penonton serasa pengen kabur dari kursi.
- Billy Barratt (Andy) sama Sora Wong (Piper) keren banget, terutama Sora—dia beneran punya gangguan penglihatan jadi makin terasa real.
- Ada juga Jonah Wren Phillips yang diem-diem bikin bulu kuduk naik.
Q: Brutalnya seberapa parah?
A: Lumayan bikin perut mual sih. Ada adegan ritual aneh, darah, sampai momen disturbing yang bikin kamu pengen tutup mata. Jadi ini bukan horor buat yang suka main aman.
Q: Tapi ini cuma gore doang apa ada cerita dalemnya?
A: Tenang, nggak asal potong-potongan doang. Ada layer drama keluarga tentang kehilangan, rasa sayang, tapi juga obsesi yang udah kelewatan. Jadi kamu bukan cuma ngeri, tapi juga kebawa emosinya.
Q: Worth it nggak ditonton di bioskop?
A: Kalau kamu suka horor serius, atmosfer mencekam, dan nggak takut sama visual sadis, wajib tonton. Tapi kalau kamu gampang jijik atau nggak kuat lihat adegan brutal, mending skip deh.
Q: Ratingnya gimana?
A: Kritikus banyak yang suka—Rotten Tomatoes kasih 89%. Penonton juga oke-oke aja, jadi bukan cuma film horor receh doang.